Menjadi seorang lelaki, kecenderungan yang paling mungkin adalah melihat berbagai keistimewaan yang umum dimiliki oleh seorang lelaki. Untuk kemudian berharap agar saya menjadi salah satu lelaki yang juga istimewa. Seperti itulah pikiran seorang lelaki, pikiran saya. Sedang di sini, saya ingin mengubah sedikit kekaguman egoistik tersebut dengan mencoba melirik perempuan.
Mungkin Anda pernah mendengar tentang istri keempat Raja Hussein dari Yordania dan seorang Muslim yang bukan keturunan Arab. Perempuan yang memiliki nama lengkap, Lisa Halaby. Mengutip Vivanews.com, disebut-sebut ia sering dipandang sebagai orang luar. Karena memang ia dibesarkan dan dididik di AS, lulus dari Universitas Princeton pada 1974. Seorang arsitek yang bertemu Raja Hussein saat bekerja di Yordania pada pengembangan Aman Intercontinental Airport. Mereka menikah pada tanggal 15 Juni 1978. Halaby masuk Islam dan, sebelum pernikahan itu terjadi, berubah nama pertama kalinya dari Lisa ke Noor.
Jika awalnya perempuan cerdas ini acap dipandang sebagai orang luar. Namun, penilaian publik berubah di kemudian hari, dan justru makin mencintai Halaby setelah melihat wanita ini dengan setia merawat dan menemani Raja Hussein yang sakit parah. Hingga akhirnya sang raja meninggal pada 7 Februari 1999.
Bagi yang skeptis dengan keberadaan cinta yang seputih salju. Bisa jadi akan mengambil dalih, wajar kalau Raja Hussein menemukan seorang istri seperti itu. Toh, ia seorang raja dan bukan tidak mungkin perempuan ini bermanis-manis seperti itu hanya untuk tujuan-tujuan keuntungan semata.
Hanya saja, saya lebih tertarik untuk mengira tuduhan seperti itu tidak akan pernah membuat yang menuduh kemudian disebut cerdas, jeli, analitis atau berbagai pujian lainnya. Pun, tidak membantu pemilik tuduhan demikian serta merta juga layak dikagumi seperti halnya Hallaby. Lha, logika sederhana saya (karena cuma logika sederhana yang saya bisa), orang yang hanya bisa melihat dan berpikir yang buruk-buruk saja bagaimana bisa berharap yang baik-baik bisa merasuk ke dalam pikirannya, untuk kemudian juga bisa membantunya menjadi baik?
Nah, Hallaby adalah sebuah sejarah cinta yang sangat indah. Sejarah tentang cinta seorang perempuan yang saya kira memang sangat tepat dikagumi. Padahal, kalau mengambil pikiran yang jauh lebih rendah dari kemampuan saya berpikir sederhana, bisa saja Hallaby berpikir bahwa ia hanya seorang istri keempat. Untuk apa buang-buang waktu untuk menunjukkan cinta. Bukankah raja tersebut memiliki beberapa istri lainnya?
Tetapi, saya kira bukan karena latar belakang figur mengagumkan itu memiliki pendidikan baik maka kemudian ia bisa berpikir baik. Sebab, nyatanya ia bisa menunjukkan cinta dengan kualitas terbaik yang ia bisa. Bisa disebut tidak pernah bergaung rutukan-rutukan yang diisyaratkan dari sikap oleh Hallaby.
Bagi saya, semua pecinta adalah raja dan ratu. Ini menjadi alasan saya kenapa mengangkat Hallaby sebagai ilustrasi untuk sebentuk kekaguman saya pada perempuan.
Di banyak tempat, hampir selalu ada perempuan yang bisa menunjukkan keistimewaannya dengan caranya. Bahkan, di sebuah pelosok desa sekalipun masih bisa diketemukan perempuan-perempuan demikian yang kadang tidak pernah menelan teori apapun tentang bagaimana caranya mencintai dengan cara terbaik.
Mereka selalu bisa membuat hati siapa saja terkagum-kagum.
***
Di sebuah taman kecil pinggiran Jakarta. Tepatnya di Taman Pramuka, persis bersisian dengan halte busway Pasar Genjing yang kebetulan berdekatan dengan tempat tinggal saya. Selepas meredam racauan cacing agar obrolan tidak ikut meracau. Sembari menyeruput teh susu.
Seorang rekan, Herman Hasyim, yang dalam sela-sela kesibukannya menyempatkan diri mengunjungi saya yang memang acap sendiri saja di tempat yang terhitung baru untuk saya ini. Bakda menyelesaikan obrolan berhubungan dengan kepenulisan, tentang sastra dan berbagai topik lainnya yang memang sejalan dengan selera yang sama-sama kami miliki. Obrolan tiba pada ending dengan membincangkan makhluk paling seksi bagi lelaki, ya perempuan.
“3 B. Beauty, Brain, Behaviour saya kira cukup cerdas dijadikan referensi untuk mengagumi seorang perempuan. Seperti juga dijadikan kriteria dalam ajang pemilihan Miss Universe.” Ujarnya.
Dari sana, terdapat keseiramaan antara saya dengan rekan yang sudah memiliki satu anak ini. Artinya, memang kelayakan untuk mengagumi seorang perempuan itu tidak terhenti pada beauty saja. Tidak tertahan pada brain saja yang menjadi simbol untuk kecerdasan. Tetapi juga behaviour, bagaimana mereka bersikap ketika ‘raja’ dalam keadaan ’sakit’ yang menjadi petunjuk atau gambaran saat lelaki melemah, ketika cahayanya meredup. Maka pada yang terakhir itu, cara perempuan menunjukkan cintanya, menjadi tolok ukur perempuan itu layak dikagumi atau tidak.
***
Kekasih, tanpa kalung mutiara, tetapi kau adalah ratu
tanpa gemerlap istana kau tetap menjadi cahaya
meski tanpa gaun yang melelahkan seribu penjahit, kau tetap mengagumkanku
oleh langkah bersama senyum yang tak hanya kau lempar dari bibir
tetapi kau ukir dari sebentuk hati yang semerah bara
yang selalu hangatkan hatiku
(Jakarta, 12 Des 2010)
Taken From: http://fick-cyber.blogspot.com/2011/01/mengagumi-cara-perempuan-menunjukkan.html